Tokoh  

sosok Ibnu Taimiyah, Tokoh Pembaharu dan Pemurnian Ajaran Islam

Biografi Ibnu Taimiyah

Pada kedua abad ketujuh Hijriah atau abad ketiga belas Masehi, di kala dunia Islam mengalami kemuduran, baik karena perpecahan intern sesama dinasti Islam sendiri maupun karena permusuhannya dengan bangsa Barat (Kristen),lahir seorang bayi laiki – laki yang kelak ditakdirkan Tuhan menjadi salah mufakkir (pemikir) Islam terkemukakan dan paling berpengaruh pada masanya. Bayi dimaksud adalah Ibnu Taimiyyah, tokoh muslim zaman silam yang oleh banyak orang disebut – sebut sebagai Mujaddid al-Islam (Pembaru Islam).

Taqiyudin bin Taimiyah lahir pada hari Senin, 10 Eani‟ul Awal 661 Hijriah dalam lingkungan keluarga yang terkenal agamis. Ayahnya memberi dia nama “Ahmad Taqiyuddin”, kemudian diberi nama kiniyah dengan “Abil Abbas”. Namun akhirnya dia terkenal dengan nama Ibnu Taimiyah. Namun itulah yang akhirnya terkenal dengan nama Ibnu Taimiyah. Nama itulah yang akhirnya terkenal dikalangan  orang banyak sehingga nama aslinya terkalahkan.

Sedangkan dalam literatur yang lainnya disebutkan nama lengkap Ibnu Taimiyyah adalah Ahmad Taqiy ad-Din Abu al-„Abbas ibn asy-Syaikh Syihab ad-Din Abiy al-Mahasin „Abd al-Halim ibn asy-Syaikh Majdad-Din Abi al-Barakat „Abd asSalam ibn Abi Muhammad „Abd Allah ibn Abi al-Qasim al-Khadlar ibn Muhammad ibn „Ali ibn „Abdullah al-Mulaqqab ibn Taimiyah.

Ibnu Taimiyah dilahirkan dikota Harran Mesopotamia Utara (termasuk wilayah Turki) sebagai seorang putra alim besar dalam mahzab Hanafi bernama Abu Muhammad Abd al-Halim ibn Abd al-Halim ibn Abd as-Salam al-Harrani.

Pada masa itu, sekitar pertengahan tahun 667 H/1270 M tentara Mongol sedang menyerang negri Harran dengan gencar – gencarnya, sehingga membuat keluarga besar Ibnu Taimiyah, termasuk kedua orang tuanya dan tiga orang saudaranya meninggalkan kota Harran menuju kota Damaskus dan kemudian menetap di kota tersebut.

Ketika itu Ibnu Taimiyah baru berusia kurang lebih tujuh tahun. Peristiwa tragis yang menimbulkan kepanikan, penderitaan dan kesulitan dalam pengungsian ini sangat membekas dalam hatinya, sehingga tidak dapat dilupakan dalam ingatannya

Meskipun dalam suasana yang penuh dengan kekacauan dan kekerasan, keluarga besar Ibnu Taimiyah tidak lupa membawa serta dan memindahkan perpustkaan mereka yang sangat berharga sebagai satu – satunya warisan ilmiah.

Mereka tidak ingin berpisah dengan buku – buku itu meskipun harus menanggung kepayahan dan kesulitan sebagai resikonya. Mereka membawa kekayaan yang paling berharga berupa buku – buku itu diatas gerobak dan keluar di tengah malam tanpa merasa takut kepada tentara Mongol

Ketika keluarga ulama besar tersebut sampai di Damaskus, langsung kabarnya tersebut kepada khalayak ramai. Para peminat ilmu di tempat itu memang telah mengenal nama Abil Barakat bin Taimiyah dengan segala perilakunya.

Tidak berbeda halnya dengan Abdul Halim bin Taimiyah, ia juga telah dikenal keilmuan dan keutamaannya di kalangan mereka. Tidak lain, hal itu disebabkan Abdul Halim (ayah Ibnu Taimiyah) pernah mengajar di perguruan Al-Amwi dan Darul Hadits AsSukriyyah. Bahkan dia menjadi rujukan para murid maupun ulama mazhab Hambali.

Ibnu Taimiyah dikenal sebagai anak yang rajin dan haus akan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu selain mengaji kepada ayah dan pamannya, Ibnu Taimiyah juga belajar kepada sejumlah ulama terkemuka ketika itu, terutama yang ada di kota Damaskus dan sekitarnya. Damaskus pada waktu itu keamanannya cukup terancam karena selalu dibayang-bayangi serbuan serdadu Mongol, namun Ibnu Taimiyah dapat belajar lebih 27 tenang dibandingkan dengan situasi ketika ia studi di kota Harran.

Kecuali itu Ibnu Taimiyah juga beruntung, karena selain sebagai pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, disamping Mesir, pada waktu itu Damaskus juga merupakan pusat para ulama besar dari berbagai mazhab atau aliran Islam yang ada pada masanya.

Kondisi Keberagamaan Umat Setelah berperang melawan Tarta, Ibnu Taimiyah menyibukan diri untuk agama seperti biasanya, dan menganjurkan jihad dengan ajakan dan tindakan menghadapi berbagai bid‟ah dan praktek – praktek ibadah baru yang digandrungi umat Islam dan dianggap sebagai bagian dari agama Islam.

Abad ketujuh Hijrah adalah abad yang tiada tandingannya dalam hal bid‟ah. Walaupun, kala itu ditemukan banyak ulama dan mujtahid di bidang agama dan dakwah ajaran agama Islam tersebar luas, tapi jarang diantara mereka yang berusaha membrantas praktek-praktek kesyirikan, sampai Ibnu Taimiyah bertindak.

Ibnu Taimiyah menulis beberap buku tentang bid‟ah yang dilakukanya pada bulan-bulan Rajab dan Sya‟ban. Beliau menghentikan sembahyang-sembahyang yang diadaadakan seperti solat ragha‟ib, shalat alfiyah dan lain sebagainya.

 

Beliau menghabiskan altar – altar pemujaan dewa yang dipindahkan ke tempat – tempat ibadah oleh umat Islam karena kesalahfahaman mereka. Ibnu Taimiyah juga mengoreksi para darwish (pemimpin tarekat) yang mabuk – mabukan opium dan ganja, yang telah melanggar garis – garis hokum Tuhan dan jadi pusat persembahan masyarakat.

Ia memberi garis batas antara mistikisme dan usaha – usaha magis serta 28 mengajarkan masyarakat agar mengikuti ajaran Al-Quran dan Sunnah, dan mengusir usaha taklid (ikut-ikutan) secara membabi buta pada orang – orang besar tertentu yang menjadi panutan, termasuk pada imam mazhab yang empat.

Pada saat itu Ibnu Taimiyah menyaksikan keberagamaan umat yang sangat kacau, dimana ia menyaksikan kondisi umat Islam terbelanggu dengan paham – paham keagamaan yang beku (jumud), penuh dengan bid‟ah dan khurafat yang ketika itu oleh Ibnu Taimiyah dinilai keterlaluan. Seperti ketika Ibnu Taimiyah menunaikan ibadah haji pada tahun 691 H/1293 M, di tempat tinggalnya, Damaskus, Ibnu Taimiyah menulis kitab Manasik al-Hajj untuk menentang berbagai macam bid‟ah yang ditemuinya di tanah suci mekkah.

Dari sikapnya itu, maka sesungguhnya seluruh orientasi pemikiran keagamaan Ibnu Taimiyah difokuskan pada usaha untuk melakukan pemurnian dan pembaharuan dalam Islam.

Seperti ketika memberi batasan tentang agama Islam beliau mengatakan, agama Islam adalah agama yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya. Adapun dasar – dasarnya yang terpokok adalah beribadah hanya kepada Allah semata – mata, dan beribadah kepada Allah harus menurut aturan yang telah disyariatkan oleh-Nya, bukan dengan bid‟ah

Karya-karya Ibnu Ibnu Taimiyah

Karya – Karya Tulis Salah satu unsur penting yang umum dijadikan dasar pertimbangan dalam menilai bobot keilmuan seseorang, terutama pada masa – masa terakhir ini, ialah berapa banyak dan sejauh mana kualitas karya ilmiah yang telah dihasilkannya.

Dilihat dari sisi ini, Ibnu Taimiyah tergolong sebagai salah seorang pengarang yang produktif yang sukar dicari padanya baik untuk yang semasa dengannya maupun dengan yang sebelum dan sesudah. Ia telah menghasilkan ratusan karya ilmiah bermutu yang sangat bernilai bagi generasi – generasi sepeninggalannya.

Di kalangan para peneliti tidak terdapat kesatuan pendapat mengenai kepastian jumlah karya tulis Ibnu Taimiyah, namun perkiraan mereka menyebutkan kurang lebih berkisar antara 300 – 500 buah dalam ukuran besar dan kecil atau tebal dan tipis

Meskipun tidak semua karya tokoh ini dapat diselamatkan, berkat kerja keras „Abd ar-Rahman Ibn Muhamad Ibn Qasim dengan bantuan putranya Muhammad ibn „Abd ar-Rahman, sebagai karya Ibnu Taimiyah kini telah terhimpun dalam „Majmu‟ Fatwa Ibn Taimiyayah” yang berjumah 37 jilid itu belum termasuk karangan – karangan Ibnu Taimyah yang tergolong besar seperti “Minhaj as-Sunnah” dan lain – lain

Karya – karya Ibnu Taimiyah meliputi berbagai bidang keilmuan, seperti tafsir – ilmu tafsir. Hadis – ilmu hadis, fiqh – usul al – fiqh, akhlak – tasawuf, mantik (logika) – filsafat, politik pemerintahan, tauhud/kalam, dan lain – lain. Sebagian dari buah penannya, seperti “Kitab Bugyah al-Murtad”, tampak bersifat polemis dan bernada panas. Itu bias dimengerti karena kitab – kitab tersebut dan lain – lain

karyanya yang sejenis, ia tulis sebagai koreksi dan kritiknya terhadap berbagai teori keagamaan yang menurut penilaiannya tidak benar. Begitu banyak karya – karya Ibnu Taimiyah dan diantara karya – karya Ibnu Taimiyah yang telah berhasil dipublikasikan antara lain :

  1. As – Siyasat asy – Syar‟iyyat fi Ishlah ar Ra‟l wa ar – Ra‟iyyat. Beirut : Dar al – Kutubal – llmiyyat, 1409 H / 1988M.
  2. Kitab ar-Radd ala al-Mantiqiyyin. Lahore : Idarat Tarjuman, 1976.
  3. Al – Hisban fi al – Islam. Beirut : Dar al – Kutub al – IImiyyat, 1412 H /1992M.
  4. Majmu‟ ar-Rasa‟il al kubra. Jilid I. Kairo : Maktabat al-Misriyat, 1323 H.
  5. Majmu‟ar – Rasa‟il al Masa‟il. Jilid V. T. P : al – Manar, t.th.
  6. Minhaj as-Sunnat, Jilid I : Kairo : Maktabat Dar al – Urubat, 1962.
  7. Ma‟rifat al Musul ila Ma‟rifat Anna Ushul ad-Din wa Furu‟aha qad Bayyanaha ar-Rasul. T. P : 1318 H.
  8. Minhaj as-Sunnat fi Naqd Kalam al Qadariyat. Beirut : Dar al – Kutub al – Ilmiyat, t. th.
  9.   Muwafaqat Shahih al Manqul li Sharih al Ma‟qul. Beirut : Dar al – Kutub al – Ilmiyat.

Karya – karya ilmiah Ibnu Taimiyah yang jumlahnya tidak sedikit itu hingga dewasa ini masih dan akan terus dipelajari oleh ratusan ribu bahkan mungkin jutaan kaum terpelajar di bergai negara.