Tokoh  

Al-Mawardi: Pemikir Politik Islam

Al Mawardi   memiliki nama lengkap  Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al- Mawardi al- Bashri (364-450 H/974-1058 M), dilahirkan di Basrah, Irak. Beliau dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang memiliki i perhatian yang besar kepada ilmu pengetahuan.

Mawardi berasal dari kata ma’ (air) dan ward (mawar) karena ia adalah anak seorang penjual air mawar. Panggilan al-Mawardi diberikan kepadanya karena kecerdasan dan kepandaiannya dalam berorasi, berdebat, berargumen dan memiliki ketajaman analisis terhadap setiap masalah yang dihadapinya, sedangkan julukan al-Bashri dinisbatkan pada tempat kelahirannya.

Masa kecil Al-Mawardi dihabiskan di Baghdad hingga tumbuh dewasa. Al- Mawardi hidup pada masa pemerintahan dua khalifah: al-Qadir Billah (380-422 H) dan al-Qa‟imu Billah (422 H-467 H)4 . Al-Mawardi juga mempunyai nama kun-yah (julukan), yaitu: Abu al-Hasan, dengan laqb (gelar) Qadi Al-Qudhat(semacam hakim agung sekarang).

Masa kehidupan al-Mawardi ditandai dengan suasana dan kondisi disintegrasi politik dalam pemerintahan Daulah Bani Abbasiyyah. Pada masa itu Baghdad yang merupakan pusat pemerintahan Bani Abbas tidak mampu membendung arus keinginan daerah-daerah yang dikuasainya untuk melepaskan diri dari Bani Abbas dan membentuk daerah otonom.  Ini akhirnya memuculkan dinasti-dinasti kecil yang merdeka dan tidak mau tunduk pada kekuasaan Bani

Abbas.

Disisi lain, keberadaan khalifah-khalifah Bani Abbas sangat lemah. Mereka menjadi boneka dari ambisi politik dan persaingan antara pejabat-pejabat tinggi negara dan panglima Militer Bani Abbas. Khalifah sama sekali tidak berkuasa menentukan arah kebijakan negara. Yang berkuasa adalah para Menteri Bani Abbas yang pada umumnya bukan berasal dari bangsa Arab, melainkan dari bangsa Turki dan Persia9

Pada masa pemerintahan ‘Abbasiyah, Al-Mawardi merapat kepada Khalifah ‘Abbasiyah al-Qadir Billaah setelah memberikan ringkasan kitab fiqh Syafi’i, al-Iqna’11 . Al-Mawardi juga dikenal sebagai duta diplomatis di antara para penguasa Buwaih di satu sisi, dan khalifah-khalifah ‘Abbasiyah di sisi lain, terlebih lagi dengan khalifah Al-Qadir Billah.

Tujuan diplomasinya adalah untuk Kembali mengharmoniskan hubungan politik antara penguasa-penguasa pada zaman itu, yang dulunya hanya mencari solusi dengan pertumpahan darah.

 

Meskipun Al Mawardi adalah orang yang dikenal di Baghdad, tetapi sumber sejarah tidak banyak mengupas tentang kehidupan keluarganya di Bashrah dan Baghdad.

. Al-Mawardi merupakan seorang pemikir Islam yang terkenal pada masanya. Yaitu masa dimana ilmu pengetahuan yang dikembangkan umat Islam mengalami puncak kejayaannya. Ia juga dikenal sebagai tokoh terkemuka Madzhab Syafi’i dan pejabat tinggi yang besar pengaruhnya pada dinasti Abbasiyah.

Pemberian gelar ini sempat menimbulkan protes dari para fuqaha pada masa itu. Mereka berpendapat bahwa tidak ada seoranpun boleh menyandang gelar tersebut. Hal ini terjadi setelah menetapkan fatwa bolehnya Jalal Ad Daulah ibn Addid Ad Daulah menyandang gelar Malik Al Muluk sesuai permintaan. Menurut mereka bahwa yang boleh menyandang gelar tersebut hanya Allah SWT.

Al-Mawardi wafat pada tanggal 30 bulan Rabi’ul Awal tahun 450 hijrah bersamaan 27 Mei 1058 M. Ketika itu beliau berumur 86 tahun. Bertindak sebagai imam pada sholat Jenazah beliau Al-Khatib Al-Baghdadi.

Banyak para pembesar dan ulama yang menghadiri pemakaman beliau. Jenazah Al-Mawardi dimakamkan di perkuburan Bab Harb Kota Mansur di Baghdad. Kewafatannya terpaut 11 hari dari kewafatan Qadi Abu Taib7

 

Karya-karya Al-marwardi

Selain sebagai pemikir Islam yang ahli dibidang fiqih, sastrawan, politikus dan tokoh terkemuka, ia juga dikenal sebagai penulis yang sangat produktif. Banyak karya-karyanya dari berbagai bidang ilmu seperti ilmu bahasa,sastra, tafsir, dan politik. Adapun karya, karya monumental almarwardi diantaranya adalah

  1. “Al-Ahkam al-Sulthaniyah ( Politik dan Tatat negara dalam Islam)
  2. Al-Hawi al-Kabir
  3. Adab Al- Qadhi (Tata Tertib Penanganan Perkara dalam persidangan
  4. Al Iqna (kitab tentang fiqih mahzab Syafi’i)
  5. Alam An- Nubuwah( membahas tanda-tanda kenabian)
  6. Nasihatu Al Muluk
  7. Tashilu An Nadzari wa Ta’jilu Adz Zhafari fi Ahlaqi Al Maliki wa Siyasatu Al Maliki.
  8. Tafsiru Al- Quran Al Karim
  9. An Nukatu wa Al Uyunu
  10. Al Amtsalu Wa Al Hikamu

Sumber: diolah dari berbagai sumber