Berita  

SELAMAT JALAN, AJO YUSRI…..

SELAMAT JALAN, AJO YUSRI.....
SELAMAT JALAN, AJO YUSRI.....

Oleh: Prof. Dr. Oman Fathurrahman, M.Hum (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah)

Namanya Yusri Akhimuddin. Ia pemilik akun Yusri Akhimuddin . Ia anak Pauh Kambar, sebuah nagari di kecamatan Nan Sabaris, Padang Parimana, Sumatra Barat, jarak kampung halamannya ini lebih kurang 4 KM dari makam salah seorang ulama besar penyebar Islam di Minangkabau, Syekh Burhanuddin Ulakan. Mungkin karena dari “anak kampung”, ia amat rendah hati, sedikit pemalu, tapi cerdas.

Saya mengenalnya sejak awal tahun 2000an. Saat itu saya mulai tertarik dengan khazanah manuskrip Minangkabau, khususnya manuskrip tarekat Syatariyah, yang kemudian menjadi topik penelitian disertasi saya (selesai 2003).

Ajo Yusri, saya selalu menyapanya demikian, adalah seorang yang berseri. Senyum selalu tersungging di bibirnya, di antara kumis dan brewok tipisnya. Ia berdedikasi tinggi di bidang penyelamatan manuskrip Minangkabau khususnya. Kalau diajak “berburu” manuskrip, ia akan tinggalkan semua kegiatan lainnya. Jadwal tugas sebagai dosen IAIN Barusangkar diatur sedemikian rupa, disesuaikan. Bak seorang yang hobi berburu, perlengkapan berpetualang segera ia siapkan.

Jadilah kami sering menjelajah pelosok negeri Minangkabau, bertamu ke para Buya di surau-surau, berziarah ke makam para ulama Minang, dan tentu menemukan serta membaca ragam manuskrip yang selalu membuat adrenalin riset naik. Saya sering dibuat kagum oleh kemampuan Ajo Yusri dalam membaca manuskrip. Kader seperti ini harus diorbitkan dalam berbagai riset dan seminar. Sayangnya, ia masih bergelar sarjana (S1).

Saya lalu menyarankan dan mendorong Ajo Yusri segera melanjutkan studi Magister filologi. Singkat kata, ia mengikuti saran itu, kuliah di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bidang filologi Islam, atas beasiswa dari Kementerian Agama. Saya lupa tahun berapa, tapi antara tahun 2010-2013.

Ia lulus dengan menulis tesis tentang manuskrip-manuskrip gempa di Nusantara. Saya sering mengutip karyanya, kalau ada gempa mendera kita. Takwil gempa dalam manuskrip-manuskrip itu amat menarik.

Setelah menggondol gelar Master, saya dan kawan-kawan seperjuangan di Mianng mendorong Ajo Yusri untuk melanjutkan studi program Doktor. Saya sarankan di kampus yang sama, agar saya bisa langsung membimbingnya, dan dengan pengkhususan yang sama, filologi.

Ia pun kembali mendapatkan beasiswa dari Kementerian Agama. Akhir 2016 saya memberinya rekomendasi untuk riset pendek di Universitas Hamburg, Jerman. Ia amat bersuka cita, dan amat optimis bisa segera menyelesaikan disertasinya.

Manusia berencana, Tuhan yang Punya Kuasa. Itu ungkapan dan keyakinan klasik umat beragama.

Kembali ke Minang, istri Jo Yusri sakit, dan amat membutuhkan perhatiannya. Jo Yusri terpaksa harus off dari urusan akademik, dan fokus menemani sang ibu dari kedua putranya. Tiga tahun ia sabar menjadi suami dan bapak yang amat baik dan telaten. Ia tinggalkan semua téték bengék urusan disertasi. Sebagai promotor, saya sangat empati, dan tidak bisa mencegahnya.

Tiga tahun kemudian, mulai awal 2021, Ajo Yusri muncul lagi di Ciputat, ia bercerita bahwa istrinya sudah membaik, dan ia diizinkan, bahkan setengah disuruh oleh istrinya, untuk menyelesaikan studi doktoralnya. Akhir tahun ini, ia memang memasuki masa “injury time”, harus lulus.

Tingkat kebaruan (novelty) disertasi Jo Yusri amat tinggi. Ia mengkaji manuskrip yang belum pernah disebut para sarjana, Tuhfat al-Ahbab, manuskrip karangan Syekh Nuruddin Abdurrahman al-Bawani, seorang ulama “misterius” abad 17.

Disebut misterius karena karyanya banyak, berbahasa Arab dan Melayu. Nama al-Bawani juga disebut dalam sebuah manuskrip Melayu di Mindanao, Filipina Selatan. Ini menunjukkan al-Bawani bukan tokoh sembarangan.

Silsilah al-Bawani dalam tarekat Syatariyah juga langsung tersambung kepada Khalifah utama tarekat ini, Syekh Abdurrauf al-Sinkili (w. 1693) di Aceh. Tapi tak ada catatan sejarah yang menyebut nama al-Bawani.

Ajo Yusri menduga kuat al-bawani berasal dari Bawan, sebuah daerah Sumatra Barat. Mestinya sezaman dengan Syekh Burhanuddin Ulakan, tokoh idola Jo Yusri di Pariaman. “Ini temuan besar dalam studi pernaskahan dan sejarah Islam di Nusantra, Jo”, saya sering mengingatkan.

Ajo Yusri pun kembali “bertapa” di Ciputat, membaca, menganalisis, dan menulis. Ia memang tidak pernah kekurangan data, petualangan panjangnya di lapangan berbuah puluhan sumber primer tersimpan di laptonya. Hanya pengabdian tulus ke istrinya yang membuat kuliahnya jeda, tiga tahun!

Tanggal 26 Juni lalu, Ajo Yusri melaporkan draft disertasinya, untuk ujian pendahuluan (di kampus lain istilahnya ujian hasil penelitian). Perfect! Saya puas dengan draft itu. Ujian pun dilaksanakan pada 30 Juli 2021. Lulus dengan amat memuaskan! Ajo Yusri amat bersuka cita. Tapi saya agak tercenung, saat ujian, ia sempat batuk-batuk, dan menangis tersedu ketika Prof. Azyumardi Azra, promotor pertama, menanyakan kabar istrinya. Ah, mungkin Ajo Yusri hanya keselek.

Mengejar batas waktu, Ajo Yusri harus segera ujian promosi, batas akhirnya 13 Agustus 2021. Tapi itu bukan perkara sulit baginya. Catatan-catatan dari penguji segera direspon dan diperbaikinya.

Pagi pukul 07.59, 3 Agustus lalu, Jo Yusri berkirim pesan: “Assalamu’alaikum wrwb. Moga Prof sehat selalu. Aamiin. Mohon maaf, baru hari saya bisa berkabar, karena sejak pasca ujian sampai kemarin saya tidak bisa apa2, batuk tinggi, sakit kepala, dan panas. Sebab itu revisi ujian pendahuluan blm bisa saya kerjakan dg sempurna.Mohon arahan dari Prof mengingat jumat batas akhir daftar promosi. Terima kasih. Yusri Akhimuddin”

Saya memintanya istirahat. “Jangan memaksakan, kesehatan lebih penting. Disertasi Jo Yusri sudah lebih dari cukup untuk ujian promosi”, jawab saya.

Gejala sakit yang disebutkannya membuat saya bertanya: “Sudah tes Covid, belum Jo?”. Ia menjawab belum. Belakangan saya tahu dari teman sekamarnya, Pak Irvani, yang juga kandidat doktor di kampus yang sama, bahwa Ajo Yusri dalam beberapa hari sangat fokus menyelesaikan revisi disertasinya.

Rabu malam, 4 Agustus, saya mendapat kabar dari rekan seangkatannya, Ajo Yusri masuk rumah sakit, dan esoknya dinyatakan positif Covid-19. Saya sedih sekali mendengarnya.

Saya segera membantu proses pendaftaran ujian promosinya yang tinggal teknis belaka. Kami permudah teknis tanda tangan para pembimbing dan penguji. Para kolega Jo Yusri sangat kompak dan penuh solidaritas membantu. Saya hubungi pimpinan Sekolah Pascasarjana agar ada diskresi tenggat waktu ujian promosi. Mereka semua mafhum. Beres, tinggal prosesi ujian!

Kondisi Ajo Yusri di Rumah Sakit fluktuatif. Saturasinya naik turun, selang oksigen tak pernah lepas dari hidungnya. Saya hampir tiap hari bertukar pesan dengannya. Kadang ia mengeluh, tapi lebih sering optimis.

Saya membesarkan hatinya, mengirimnya file-file Mp3 murottal al-Quran untuk didengarkan, agar membantu menenteramkan. Saya menyarankannya untuk melahap habis jatah makan, urusan disertasi aman, tinggal menunggu Jo Yusri bisa video call, bisa ujian, yang penting segera sehat kembali. Ia pun bersemangat, dan lapor bahwa sudah mengikuti saran yang saya berikan.

Ahad pagi, 15 Agustus 2021, Pak Irvani mengabari, kondisi Jo Yusri memburuk, dan sempat bilang berpesan: minta pulang. Sekira pukul 10.14, mahasiswa bimbinganku itu kembali kepada sang Pencipta. Ia benar-benar pulang.

Ia tak kuasa melawan keganasan Covid yang menggerogoti tubuhnya. Jiwanya masih melawan, tapi fisiknya tak berdaya. Ia sadar sepenuh hati sampai detik-detik terakhir Malaikat Izrail merenggut nyawanya, dengan syahadat di bibirnya. Prosesnya sangat cepat, arwahnya keluar dengan tenang. Belakangan, saya melihat foto wajahnya, amat-amat teduh, penuh ketenangan, dengan senyum bahagia seperti biasanya. Itu wajah yang selama ini saya kenal.

Inna lillah wa inna ilaihi roji’un.

Selamat jalan, Jo Yusri. Keberangkatanmu ke Jakarta untuk talabul ‘ilmi, dengan restu istri dan keluarga, sangat mulia. Allah akan mencatatnya sebagai fi sabilillah. Ajo juga kini menjadi bagian dari para syuhada, wafat syahid. Itu janji Nabi kita, Jo!

Ahad malam, 15 Agustus, bada ‘Isya, Ajo kami shalatkan dan doakan. Dalam mobil ambulan, Ajo terbaring dengan tenang, segera pulang untuk beristirahat selamanya di Pauh Kambar, kampung halaman Ajo. Mungkin Ajo akan segera bertemu dengan Syekh Burhanuddin Ulakan, yang sering Ajo doakan.

Perjuangan Ajo Yusri tidak sia-sia. Para promotor dan penguji di SPs UIN Jakarta sudah bersepakat menganugerahkan gelar Doktor kepada Ajo. Doktor Bidang Studi Pengkajian Islam, Konsentrasi Filologi. Ajo adalah doktor ke 1295 Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Istri dan anak-anak Ajo akan segera menerima dokumen resminya.

Manusia hanya berencana, Allah Yang punya Kuasa. Itulah keyakinan yang membuat kami ikhlas melepasmu, Jo. Teriring doa untukmu, Dr. Yusri Akhimuddin. Saya yakin Ajo bahagia di alam baqa sana….

Ya ayyatuhan nafsul muthma’innah, irji’i ila rabbiki radliyatan mardliyyah, fadkhuli fi ‘ibadi wad khuli jannati…
===

Maklumat…

Yth. Keluarga almarhum Bapak Dr. Yusri Akhimuddin
Yth. Rektor IAIN Batusangkar
Bapak Dr. Marjoni Imamora, M.A. beserta jajaran

Alhamdulillah, atas usulan para Promotor, dan dengan persetujuan seluruh anggota tim Penguji, Pimpinan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sudah memutuskan untuk secara resmi menganugerahkan gelar akademik Doktor Program Studi Pengkajian Islam, Konsentrasi Filologi kepada Saudara almarhum Dr. Yusri Akhimuddin.

Penyerahan Berita Acara akan diserahkan langsung oleh Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A., kepada keluarga almarhum Dr. Yusri Akhimuddin pada waktu yang akan ditentukan.

Demikian, semoga maklum adanya.
Teriring doa untuk almarhum

Promotor Disertasi
Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.Phil, M..A., CBE
Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum

Para Penguji
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A.
Prof. Dr. Achmad Syahid, M.Ag
Prof. Dr. Asep Usman Ismail, M.Ag.
Prof. Didin Saepudin, M.A.