Kolom  

Padusunan Memilih Kepala Desa

Oleh : Sidi Sadri Chaniago.
(Wakil Ketua KAN IV Angkek Padusunan Periode 2022-2027/
Dosen Jurusan Ilmu Politik  Unand).

 

Padusunan merupakan wilayah asal usul masyarakat hukum adat yang pada zaman sekarang dibagi menjadi 4 wilayah administrasi pemerintahan Desa, yaitu: Kampuang Gadang, Talago Sariak, Pakasai, dan “si bungsu” Kampuang Baru Padusunan. Pada era pemerintahan nagari pada zaman penjajahan Belanda dan era pemerintahan nagari di Sumatera Barat sampai kepada tahun 1970-an, Padusunan yang “ampek kampuang” (sekarang Desa) beserta dengan 3 wilayah “tigo Jurai” (Desa Bato, Desa Batang Kabuang, Desa Koto Marapak) merupakan satu kesatuan wilayah otonom pemerintahan masyarakat hukum adat yang disebut dengan: Nagari IV Angkek Padusunan.

Walaupun pada era pemerintahan ber-desa sekarang wilayah Nagari IV Angkek Padusunan sudah terbagi ke dalam 7 desa, namun secara tali adat dan Niniak Mamak-nya masih tetap satu, dengan “pusek jalo pumpunan ikan-nya” adalah Kerapatan Adat Nagari (KAN) IV Angkek Padusunan, sebagai forum musyawarah tertinggi masyarakat adat di bekas wilayah Nagari IV Angkek Padusunan.

Pilkades 3 Desa di Padusunan.

Sentana pucuk menjadi buah, tepung akan menjadi “pinyaram”, Jikalau tidak ada aral yang melintang, Insyaallah pada tanggal 12 Februari 2022 nanti warga di tiga desa di Padusunan akan melaksanakan pemungutan suara untuk memilih kepala desa, yaitu Desa: Kampuang Gadang, Talago Sariak, dan Kampuang Baru Padusunan.

Hanya 1 desa saja di Padusunan yang tidak ikut melaksanakan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak kali ini, yaitu Desa Pakasai. Pilkades di tiga desa di wilayah Padusunan ini termasuk ke dalam agenda prosesi politik Pilkades serentak tahun 2022 di 18 desa se-Kota Pariaman, yang tersebar di Kecamatan Pariaman Utara, Kecamatan Pariaman Selatan, dan Kecamatan Pariaman Timur. Di Kecamatan Pariaman Timur, hanya di 3 desa di wilayah Padusunan ini saja-lah yang mengikuti Pilkades serentak kali ini.

Walaupun pemungutan suara akan dilakukan pada tanggal 12 Februari 2022, namun tahapan pelaksanaan Pilkades seretak ini telah bermula semenjak bulan Juli 2021. Pada tanggal 20 Desember kemarin, telah sampai kepada tahapan penetapan nomor urut calon. Tiga Desa yang mengikuti Pilkades serentak di wilayah Padusunan, juga telah melaksanakan tahapan ini.

Di Desa Kampuang Gadang, terdapat dua orang calon yang telah ditetapkan oleh Panitia Pemilihan Kepala Desa (P2KD), yaitu: Amri Maldi, SE (Petahana, nomor urut 1), dan Gustia Warman (Nomor urut 2). Sedangkan di Desa Talago Sariak terdapat tiga orang calon, yaitu: Drs. Amrul (Nomor Urut 1), Ahmad Fahmi,S.Pd (Petahana, Nomor Urut 2), Joni Rahman (Nomor Urut 3).

Sementara itu di Desa Kampuang Baru Padusunan, terdapat 5 orang calon yaitu: Afdhal Muslim, SE (Nomor urut 1), Nusirwan (nomor Urut 2), Mulyadi (Nomor Urut 3), Husnul Fajri, SH (Nomor Urut 4), dan Rosdi, S.Sos (Nomor Urut 5).

Di Desa ini agaknya literasi dan partisipasi politiknya cukup tinggi, yang terlihat dari tingginya animo masyarakat untuk mengurus desa melalui jalur Kepala Desa, yang dibuktikan dari mengapungnya 8 orang bakal calon, sehingga Desa Kampung Baru Padusunan merupakan satu satunya desa di wilayah Padusunan yang melakukan tahapan aspirasi masyarakat dalam Pilkades.

Ke-lima orang calon di atas merupakan peraih suara tertinggi secara berurutan, dan 3 orang bakal calon lainnya tereliminasi pada peringkat aspirasi ini.

Kriteria Pemimpin Ideal

Pilkades sesungguhnya merupakan mekanisme “kontrak politik” antara masyarakat desa dengan para calon kepala desa (cakades), di mana salah seorang dari mereka akan terpilih nantinya sebagai pusek jalo pumpunan ikan dalam pemerintahan di desa. Ia akan menjadi kepala pemerintahan, pengayom kehidupan sosial kemasyarakatan dan keagamaan bagi seluruh masyarakat warga desa.

Apalagi dalam konteks kehidupan masyarakat adat di Nagari IV Angkek Padusunan, seluruh kepala desa di desa “nan tujuah” secara otomatis karena jabatannya (ex.officio) akan menjadi “Pucuak Undang” yang akan duduk dalam kabinet di Kerapatan Adat Nagari (KAN) IV Angkek Padusunan, yang dalam adat termasuk ke dalam kategori unsur cadiak pandai.

Oleh karena itu, perlu kecerdasan dan kehati-hatian masyarakat pemilih dalam memberikan hak suaranya kepada calon yang ada. Agar layak dipilih, para calon ini tentu harus menaruh beberapa sifat keutamaan dalam dirinya, yang menjadi pembeda kualitas dirinya dari pada orang kebanyakan.

Sebagai bahan pertimbangan dan pedoman, secara substansial kearifan lokal adat Minangkabau telah terlebih dahulu menetapkan konsepsi ideal mengenai kriteria pemimpinan “politik” di nagari sebagai state-nya orang Minangkabau.

Salah satu kandungan dari filsafat politik Minangkabau yang telah digariskan oleh para ninik moyang terdahulu adalah: bahwa sesungguhnya hanya individu berkualitas-lah yang diberi peluang untuk “didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting” sebagai pemimpin, karena pada dasarnya masyarakat Minangkabau sangat selektif dalam memilih pemimpin.

Mekanisme dalam memilih pemimpin adalah: “ditintiang ditampih tareh, dipiliah atah ciek ciek, dituah dicilakoi.” Dipiliah atah ciek ciek, maknanya: diseleksi apakah memenuhi persyaratan dan kriteria atau tidak.

Juga ada proses dituah dan dicilakoi, yaitu menyigi kelebihan dan kekurangannya. Kemudian memakai pertimbangan patuik dan mungkin (kualitas dan kapabilitas) dengan menggunakan raso (logika) dan pareso (perasaan, kearifan).

Bagaimana kriteria pemimpin yang idel itu menurut adat Minangkabau ? Filsafat politik Minangkabau telah mensyaratkan bahwa seorang calon pemimpin publik itu mestilah menaruh beberapa kriteria atau “tuah” di badan dirinya, yaitu:

Pertama, Berakal sehat dan berilmu pengetahuan. Indikatornya adalah: memiliki pendidikan formal yang memadai, berpengalaman dalam kegiatan kemasyarakatan dan pemerintahan, dan memahami dengan baik persoalan di wilayahnya. Kompetensi berilmu pengetahuan ini juga tercermin dari fasihnya melakukan komunikasi politik dengan masyarakat.

Kedua, Taat beragama, yang tergambar dari pelaksanaan ibadah pribadi, terutama yang wajib. Ketaatan dalam beragama ini seyogyanya juga terimplementasi ke dalam prilakunya sehari hari, yaitu menghentikan larangan dan mengerjakan suruhan agama.

Ketiga, Berbudi pekerti dan tidak cacat moral. Moralitas seseorang dapat ditelusuri dari rekam jejaknya di tengah tengah masyarakat. Ia bukan “biang masalah” (trouble maker) dalam kehidupan bermasyarakat, seperti digambarkan ungkapan:

“hilia malonjak mudiak manggaduah, kiri kanan mamacah parang, mangusuik nagari nan salasai, paham bak kambiang dek ulek, rundiang bak sarasah tajun, takabua dalam hati”, itulah pemimpin nan jahanam.

Keempat, Adil dan tidak diskriminatif. Adil adalah meletakan segala sesuatu sesuai pada tempatnya, dan memperlakukan sama setiap orang sesuai dengan hak dan kewajibannya, tanpa diskriminasi. Ungkapan adat Minangkabau mengatakan:

“manimbang samo barek, maukua samo panjang, mamanggang samo merah. Tibo diparuik indak dikampihkan, tibo di dado indak dibusuangkan, tibo di mato indak dipiciangkan, di tangah tangah talatak tulang pungguang. Indak bahinggo jo babateh, indak basibak jo basisiah”.

Kelima, Memiliki loyalitas dan perhatian besar kepada masyarakat, serta bersifat penyelesai masalah. Ungkapan adat Minangkabau mengatakan hal ini dengan: bahari abih babadan litak, rantau jauah diulangi, rantau dakek dikana. Kusuik ka manyalasai, karuah mampajaniah. Hilang nan ka mancari, anyuik ka maminteh, luluih nan ka manyalami.

Singkek mauleh, lamah manawua, kurang manukuak, senteang mambilai. Loyalitas dan perhatian kepada masyarakat ini dapat tercermin dari rekam jejak keterlibatan dalam aktifitas kemasyarakatan.

Keenam, Berpendirian teguh dan berprinsip, seperti yang dikatakan ungkapan adat Minangkabau: Indak lamak karano santan, indak kuniang karano kunik. Dengan keteguhan pendirian dan prinsipnya, membuat ia berani dalam menegakkan kebenaran dan mencegah kebathilan, seperti ungkapan: indak takuik nyawo ka malayang, bago dipancuang lihia putuih, nan bana tagakan juo.

Ketujuh, Mengedepankan musyawarah dalam setiap pemecahan berbagai persoalan, dan pengambilan keputusan. Ungkapan adat Minangkabau menyatakan: Bakato baiyo, bajalan bamolah, duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang.

Memakai sudi siasek (pertimbangan matang) dan musyawarah dalam memutuskan segala sesuatu. Musyawarah adalah salah satu “ruh” kehidupan orang Minangkabau dalam segala aspek kehidupannya, yang tercermin dari ungkapan: bulek aia dek pambuluah, bulek kato karano mufakat.

Kedelapan, Bersifat Sabar, memiliki kematangan emosional, tidak anti kritik. Calon pemimpin harus “baalam laweh bapadang lapang”, berjiwa besar dan berpandangan luas.

Hal ini terlihat dari kemampuann menghindari prilaku: mamerahkan mato (emosional: marah maupun menangis karena “baper”), mahariak mahantam tanah (marah, kasar, menghardik), manyinsiang langan baju (mengajak berkelahi, suka bertengkar), dan marentak babahaso asiang (berkata kata kotor, ber-carut marut).

Beberapa kriteria calon pemimpin ideal menurut filsafat politik Minangkabau di atas, kiranya dapat dijadikan sebagai bahan renungan dan garis panduan (guide line) oleh masyarakat di 3 desa di wilayah Padusunan dalam memilih calon kepala desa dalam Pilkades serentak kota Pariaman tahun 2022 ini.

Kita sepenuhnya menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna, yang bisa memenuhi semua kriteria di atas. Oleh karena itu, dalam konteks ini berlaku kaidah: basiang di ateh tumbuah, mamandang di ateh rupo. Jikok indak panuah ka ateh, panuah ka bawah. Artinya: perlu kearifan dalam menyikapi kondisi calon pemimpin yang tersedia.

Walaupun para calon tidak ada yang memenuhi semua persyaratan – namun paling tidak – ada batas minimum tersedianya persyaratan tersebut dalam diri mereka. Jadi, harus dipilih calon yang paling sedikit “minusnya” dalam memenuhi kriteria di atas.

Dalam konteks pemilihan secara langsung dalam sistem demokrasi, memang tidak akan pernah melahirkan pemimpin yang “perfect”, namun paling tidak diharapkan akan melahirkan pemimpin yang “paling sedikit” kelemahan dan cacat celanya, apabila dibandingkan dengan stok calon pemimpin yang tersedia.

Himbauan

Untuk menjaga suana kondusif dalam Pilkades ini, maka penulis menghimbau, seumpama jikok takalok manjagokan, jikok talupo manimbuakan, yaitu: Pertama, Para calon kepala desa hendaklah menggunakan “Raso” (logika) dan “Pareso” (perasaan, hati nurani) dalam berkompetisi. Ibarat memancing ikan di dalam kolam, silahkan ambil ikan sebanyak banyaknya, namun kolamnya jangan sampai diobok obok sehingga air menjadi keruh.

Maknanya dalam kontestasi Pilkades ini adalah: silahkan mengkampanyekan diri dan menyampaikan program kepada masyarakat, silahkan berupaya untuk meraih suara sebanyak banyaknya dari masyarakat pemilih, namun keutuhan sosial dan kedamaian kehidupan masyarakat di desa harus tetap dijaga agar jangan sampai rusak.

Pada umumnya warga di desa masing masing saling “bersambut siku”, memiliki hubungan sa-suku, sa-tali, ber-ipar dan ber-besan, ber-bako baki, ber-andan pasumandan, dan sebagainya.

Jangan hanya karena gara gara kontestasi politik musiman ini, memunahkan rasa “badunsanak” dan tatanan sosial yang damai dan tenteram yang telah terbina semenjak dari nenek moyang terdahulu. Kemudian, tetap lah memainkan politik yang santun, bernartabat, dan berkarakter, dengan menghindari praktek politik uang, dan sebagainya.

Kedua. Bagi penyelenggara (P2KD) hendaklah bersikap profesional, netral, berintegritas, dan melaksanakan tahapan Pilkades ini dengan sebaik baiknya sebagaimana yang telah diatur oleh peraturan perundang undangan.

Ketiga, bagi para tokoh masyarakat (Niniak Mamak, Alim Ulama, Cadiak pandai) hendaklah bersikap “meletakan tulang punggung di tengah tengah”, dan menghindari keberpihakan politik secara terbuka.

Walau bagaimanapun, seluruh calon adalah sanak kemenakan kita juga. Keberpihakan politik secara terbuka kepada calon tertentu pada hakikatnya akan lebih banyak mudharat dari pada manfaatnya. Jika terpaksa juga untuk berpihak, dengan memakai kaidah: mahandok ilang ilang, mamakan abih abih

Keempat, bagi masyarakat pemilih. Hendaklah menggunakan hak pilihnya sesuai dengan hati nurani, rasional dan bertanggung jawab. Jangan kuniang dek karano kunik, lamak dek karano santan, lunak dek kanai baruik minyak.

Ingatlah bahwa ada masa 5 tahun ke depan yang akan dipertaruhkan. Jangan sampai memberikan “pisau tajam” kepada orang yang kurang tepat. Maambiak tuah ka nan manang, mancaliak contoh ka nan sudah !

Akhirnya, marilah kita laksanakan Pilkades di 3 desa di wilayah Padusunan ini dengan semangat Badunsanak, Jujur dan adil, Aman dan damai, jangan dikotori dengan money politic, Fitnah, Hoaks, dan SARA.

Semoga Pilkades serentak kali ini mampu menghasilkan para kepala desa yang berkualitas, amanah, memiliki komitmen kuat untuk menggerakan pembangunan dan memberdayakan kehidupan masyarakat di desa, serta memiliki kemampuan menjalin sinergi “ke bawah” dan “ke atas”, yaitu sinergisitas dengan seluruh komponen masyarakat di desa dan dengan Pemerintah Kota Pariaman. Semoga !