Kolom  

Padusi, Koperasi, Pandemi, dan Neoliberalisasi (2)

Oleh : Virtuous Setyaka
(Dosen HI Unand & Ketua Koperasi Mandiri dan Merdeka)

Jika harus bersama adalah bersaing sepenuhnya antar sesama manusia. Tidak ada alternatif atau pilihan lainnya untuk itu, katanya. Maka tidak heran jika serikat buruh atau serikat pekerja di Inggris pada saat itu dihancurleburkan karena bukan saja dianggap tidak produktif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan akumulasi kapital.

namun dalam kehidupan keseharian juga membuat setiap orang produktif, inovatif, dan kompetitif. Masalahnya kemudian, neoliberalisasi tidak hanya terjadi di Inggris, tapi juga terjadi di Amerika Serikat pada dekade 1980an, dan selanjutnya menyebar luas ke seluruh dunia pada dekade 1990an yang kemudian juga berlanjut dengan krisis bukan hanya moneter dan ekonomi, namun juga krisis sosial dan politik. Termasuk di Indonesia, yang sampai saat ini masih terasa dampaknya.

Pertanyaannya adalah bagaimana neoliberalisasi yang didukung oleh pemikiran neoliberal itu menjadi kebijakan pemerintah di negara seperti Inggris, Amerika Serikat, dan negara lainnya seperti Mexico yang menjadi percobaan awal di luar dua negara besar yang dominan di dunia tersebut?

Jawaban yang paling sederhana adalah dengan jalan menawarkan bantuan berupa hutang luar negeri dengan segala persyaratan yang harus dipenuhi oleh negara pengutang, dan secara umum akhirnya ada yang disebut sebagai program-program penyesuaian struktural atau structural adjustmen programs (SAPs), seperti yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 sebelum akhirnya Presiden Soeharto harus mundur karena ketidakmampuan mengelola krisis yang terjadi di berbagai sektor kehidupan sosial masyarakat sehari-hari.

Siapa yang menopang neoliberalisasi yang instrumen utamanya selain SAPs dan kapital atau uang dalam bentuk hutang luar negeri? Tentu saja lembaga-lembaga keuangan internasional seperti International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB), yang selanjutnya juga didukung oleh World Trade Organization (WTO) yang mengatur dan mengelola perdagangan dunia dalam perdagangan bebas dan pasar tunggal global.

Tiga lembaga tersebut tidak hanya hanya menjadi sarana bagi para pemikir ekonomi namun juga pemimpin negara yang mengagungkan neoliberalisme sebagai satu-satunya jalan menumbuhkan perekonomian di dunia. Bagi mereka semua persoalan kehidupan sosial sehari-hari ada pada perekonomian dengan kebebasan tanpa hambatan dan persaingan sempurna di pasar.

Artinya neoliberlisme bukan hanya menjadi satu-satunya jawaban pada sektor ekonomi saja, akhirnya diasumsikan akan melayani keseluruhan kebutuhan di semua sektor kehidupan bersama. Padahal, kehidupan sosial masyarakat sehari-hari tidak hanya tentang perekonomian, namun juga ada sektor lainnya dalam merangkai peradaban yang tentu saja tidak bisa dipaksa menjadi sama atau tunggal.

Dengan kata lain, neoliberlisme membunuh perbedaan jalan hidup dan meluluhlantakkan tatanan kehidupan sosial atau tatanan dunia yang majemuk atau plural.

Siapakah para pemikir neoliberal itu? Pemikiran neoliberal dapat ditelusuri pada dua pemenang nobel Friedrich von Hayek (1899 – 1992) dan Milton Friedman (1912 – 2006).

Neoliberalisme yang dipraktikkan di Inggris dan Amerika Serikat yang diadopsi dalam sejumlah kebijakan lembaga ekonomi internasional, dikemas dalam resep yang oleh John Williamson (1993) sebagai Washington Consensus:

pertama, Penghapusan kontrol atas harga komoditi, faktor produksi, dan mata uang. Kedua, Pengurangan defisit anggaran pemerintah atau bank sentral ke tingkat yang bisa dibiayai tanpa memakai pembiayaan inflasi.

Ketiga, Pengurangan belanja pemerintah, dan pengalihan belanja dari bidang-bidang yang secara politis sensitif, seperti administrasi pemerintahan, pertahanan, subsidi yang tidak terarah, dan berbagai kegiatan yang boros ke pembiayaan infrastruktur, kesehatan primer masyarakat, dan pendidikan.

keempat, Perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi perpajakan, mempertajam insentif bagi pembayar pajak, pengurangan penghindaran dan manipulasi aturan pajak, dan pengenaan pajak pada asset yang ditaruh di luar negeri.

kelima, Liberalisasi pembiayaan dengan tujuan jangka pendek untuk menghapus pemberian tingkat bunga bank khusus bagi peminjam istimewa dan mengenakan tingkat bunga nominal yang lebih tinggi dari tingkat inflasi. Tujuan jangka panjang adalah penciptaan tingkat bunga bank berdasar pasar demi memperbaiki efisiensi alokasi kapital.

keenam, Nilai tukar mengambang untuk meningkatkan ekspor dengan cepat, negara-negara berkembang memerlukan tingkat nilai tukar mata uang yang tunggal dan kompetitif.

ketujuh, Liberalisasi perdagangan yakni pembatasan perdagangan luar negeri melalui kuota (pembatasan secara kuantitatif) harus diganti tarif (bea cukai), dan secara progresif mengurangi tarif sehingga mencapai tingkat yang rendah dan seragam (kira-kira 10% sampai 20%).

kedelapan, Tabungan Domestik dengan penerapan disiplin fiskal/APBN, pengurangan belanja pemerintah, reformasi perpajakan, dan liberalisasi finansial sehingga sumberdaya negara bisa dialihkan sektor-sektor privat dengan produktivitas tinggi, dimana tingkat tabungannya tinggi.

Model pertumbuhan neo-klasik sangat menekankan pentingnya tabungan dan pembentukan kapital bagi pembangunan ekonomi secara cepat. kesembilan, Investasi asing langsung dengan penghapusan hambatan terhadap masuknya perusahaan asing. Perusahaan asing harus boleh bersaing dengan perusahaan nasional secara setara; tidak boleh ada pilih kasih.

kesepuluh, Privatisasi yakni perusahaan negara (BUMN) harus diswastakan. kesebelas, Deregulasi yakni penghapusan peraturan yang menghalangi masuknya perusahaan baru ke dalam suatu bidang bisnis dan yang membatasi persaingan; kecuali kalau pertimbangan keselamatan atau perlindungan lingkungan hidup mengharuskan pembatasan itu.

Dan Kedua belas, Hak milik pribadi yakni sistem hukum yang berlaku harus bisa menjamin perlindungan hak milik atas tanah, kapital, dan bangunan.

Neoliberalisasi atau penyebarluasan pemikiran dan implementasinya dalam kebijakan tersebut tentu saja berdampak pada kehidupan sehari-hari masyarakat di seluruh dunia.

Penerapan neoliberalisme atau neoliberalisasi memunculkan degradasi dalam segala aspek kehidupan. Kebijakan neoliberal tidak hanya menggerogoti kedaulatan negara, juga telah memberikan kekuasaan kepada perusahaan multinasional dengan kekuatan modal.

Kebijakan neoliberal juga memperlebar jurang kemiskinan di tingkat domestik maupun di tingkat global. Penurunan upah buruh 40 hingga 50% diiringi dengan peningkatan biaya hidup yang mencapai 80% pasca penerapan North America Free Trade Area (NAFTA) di Mexico menjadi salah satu bukti kegagalan neoliberal.

Sejak kesepakatan WTO diberlakukan, jumlah orang miskin yang hidup di bawah 1 dollar AS per hari meningkat tajam. Semakin tingginya tingkat kesenjangan antara negara-negara kaya dan negara-negara miskin.

Terakhir, apakah kita pernah membaca, melihat, dan mendengar adanya gerakan 99% melawan 1%?

Lalu apa hubungannya neoliberalisasi dengan pandemi, koperasi, dan padusi?

Salah satu kebiasaan segelintir orang kaya karena akumulasi modal atau kapital alias para kapitalis ketika usaha atau bisnis mereka terancam tidak bisa menghasilkan kekayaan yang lebih besar lagi adalah menciptakan krisis baru yang berpotensi untuk menghasilkan keuntungan lagi dengan berlipat ganda.

Apakah adanya pandemi global saat ini juga merefleksikan hal yang semacam itu? Jika belum ada jawaban valid atas pertanyaan itu, mengapa ada pihak-pihak yang terlihat mengambil keuntungan dari vaksinasi?

Koperasi semakin relevan untuk diajukan sebagai jawaban atau pilihan alternatif dari cara hidup yang bukan hanya sekedar tentang ekonomi, tapi sebagaimana sering disebut, juga budaya, politik, lingkungan, dan sektor kehidupan lainnya dalam keseharian bahkan untuk membangun peradaban masyarakat yang lebih baik ke depan.

Padusi, atau perempuan, memang biasanya dan seringkali menjadi pihak yang paling menderita dalam tatanan sosial yang tidak adil. Namun, belajar dari pengalaman hidup Margareth Thatcher di Inggris, ternyata seorang perempuan pemimpin juga bisa membahayakan kehidupan sosial, masyarakat, dan peradaban manusia secara umum.

Kita harus menyadari bahwa itu mungkin bukan karakter orang per orang, namun karakter sosial di mana seseorang akan terbentuk menjadi berpikir, bersikap, dan bertindak apakah mendukung kehidupan individual yang mendewakan personalitas, atau kehidupan sosial yang mengagungkan komunalitas.

Sekali lagi, seorang padusi, juga akan menjadi ada dan berkarakter yang baik bagi semua pihak, akan dipengaruhi oleh kelompok sosial, komunitas, atau masyarakat yang memang hidup bersama dalam mengorganisir diri dengan menciptakan struktur yang kuat dengan sistem sosial yang demokratis.

Apakah pilihannya bisa dalam konsep matrilienal-matriarkhis? Atau debat konseptual terkait itu cukup diakhiri dan diakomodasi dalam satu pengorganisasian yang disebut koperasi?

Mari kita buktikan bersama.