Kolom  

Gagal Merebut Hati Umat

Dr. Syahrir Karim
Ketua Jurusan Ilmu Politik UIN Alauddin Makasar

Apakah menangnya partai-partai Islam di Timur Tengah sana menjadi Indikator bahwa mereka lebih Islami dibanding Islam di Indonesia? Katanya, tidak bisa menang karena suara ummat terpecah disebabkan terlalu banyak partai Islam di Indonesia. Betulkah demikian?

Sebenarnya sangat sederhana, bahwa AKP dan partai Refah menang bukan berarti mereka lebih Islami, di samping memang bukan negara Islam, Turki juga lebih sekuler dalam mengelola negara dibanding Indonesia. Suara ummat terpecah karena banyak partai Islam itu juga terbantahkan karena di Mesir pun demikian, ada beberapa partai Islam akan tetapi parpol Islam juga bisa meraih kemenangan.

Nah dalam konteks Indonesia dimana letak masalahnya? Partai-partai Islam di Indonesia sudah mengalami pasang surut, baik perolehan suara maupun peminatnya. Dari sini kemudian kelihatan ada yang ahistoris ketika mengatakan bahwa Islam secara sosiologis sebagai agama mayoritas akan tetapi secara politik dianggap hanya pilihan minoritas. Islam tetap menjadi penduduk mayoritas di negeri ini akan tetapi bukan berarti mereka berafiliasi ke partai-partai Islam.

Terdapat beberapa alasan kenapa perilaku politik ummat Islam seperti itu. Diantara beberapa alasan tersebut antara lain karena faktor identitas dan orientasi ideologi partai, dis-artikualsi antara pemikiran dan aktualisasi Islam elit partai, adanya kecenderungan partai nasionalis-sekuler mengadopsi aspirasi kaum Muslim, dan menggunakan simbol atau pendekatan kepada kelompok-kelompok Islam, serta performa yang identik politik kelompok (Nurhisam,2016). Sebenarnya masih banyak lagi faktor pengaruh lainnya akan tetapi untuk tulisan singkat ini cukup ini saja dibahas secara singkat.

Pertama, Factor identitas dan orientasi ideologi, ini yang masih menjadi kegagalan parpol Islam dalam merebut hati umat. Hal ini terlihat ketika parpol Islam lebih cenderung mengedepankan symbol dibanding substansi atau isi. Mereka hanya asik menjual symbol “Islam” tapi minim gagasan atau ide-ide yang sifatnya diminati oleh masyarakat pemilih Islam.

Seolah parpol Islam kehilangan nilai-nilai ideologis atau rohnya. Sehingga yang muncul kepermukaan adalah tidak ada lagi perbedaan mendasar antara parpol Islam dengan parpol yang tidak beridentitas Islam (Nasionalis.) semuanya sama di mata ummat Islam.

Bahkan parpol-parpol yang tidak bersimbolkan agama ini justru lebih kelihatan religius/Islami dalam berpolitik dibanding parpol-parpol Islam. butuh introspeksi lebih jauh agar parpol Islam ini lebih bernilai dan punya tempat di hati umat.

Kedua, kecenderungan partai sekuler atau nasionalis mengadopsi aspirasi kaum Muslim dan menggunakan simbol atau pendekatan kepada kelompok-kelompok Islam. sama halnya di atas, ternyata parpol Islam kehilangan “lahan” suara pemilih muslim gara-gara tidak mampu memberi warna pembeda dengan parpol lain diluar parpol Islam.

Contoh kecil terlihat bagaimana isu-isu ke-ummatan justru diambil alih oleh parpol lain, seperti pengadaan insetif guru mengaji, imam kampung dan seterusnya. Bagaimana parpol-parpol yang tidak bersimbolkan Islam bergerak memperjuangkan perda-perda yang berbau Syariah dan seterusnya. padahal oleh sebagian ummat seyogyanya isu-isu seperti ini seharusnya ranah parpol Islam. Penting bagi parpol Islam untuk membangun perspektif yang berorientasi pada kebutuhan riil masyarakat.

Masyarakat tidak lagi bahkan tidak percaya lagi dengan partai-partai yang mengedepankan symbol-simbol keagamaan. Masyarakat butuh program-program yang konkrit yang langsung dirasakan oleh masyarakat. bersambung…!