Ragam  

Selayang Pandang Organisasi Muhammadiyah

Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh Muhammad Darwisy atau yang lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan21 di Kauman, Yogyakarta pada tanggal 08 Dzulhijjah 1330 H/ 18 November 1912 sebagai tanggapan terhadap berbagai saran dari sahabat dan murud-muridnya untuk mendirikan sebuah lembaga yang bersifat permanen.

Secara umum faktor pendorong kelahiran Muhammadiyah bermula dari beberapa kegelisahan dan keprihatinan sosial religius dan moral. Kegelisahan sosial ini terjadi disebabkan oleh suasana kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan umat.

Kegelisahan religius muncul karena melihat praktik keagamaan yang mekanistik tanpa terlihat kaitannya dengan perilaku sosial dan positif di samping syarat dengan tahayul, Sedangkan kegelisahan moral disebabkan oleh kaburnya batas antara baik dan buruk, serta pantas dan tidak pantas.

Sebagai sebuah organisasi yang berasaskan Islam, tujuan Muhammadiyah yang paling penting adalah untuk menyebarkan ajaran Islam, baik melalui pendidikan maupun kegiatan sosial lainnya.

Selain itu meluruskan keyakinan yang menyimpang serta menghapuskan perbuatan yang dianggap oleh Muhammadiyah sebagai bid`ah. Organisasi ini juga memunculkan praktek-praktek ibadah yang hampir-hampir belum pernah dikenal sebelumnya oleh masyarakat, seperti shalat hari raya di lapangan, mengkoordinir pembagian zakat dan sebagainya.

Untuk mencapai tujuan-tujuan dari organisasi ini, Muhammadiyah bermaksud untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh di mana dibicarakan masalah-masalah Islam, mendirikan lembaga wakaf dan masjid- masjid serta menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat-surat kabar dan majalah- majalah.

Setelah Muhammadiyah berdiri, selanjutnya pada tanggal 20 Desember 1912 K.H. Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum (recthtspersoom) bagi Muhammadiyah,

namun permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914 dengan Surat Ketetapan PemerintahNo. 18 tanggal 22 Agustus 1914, izin ini hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta pula.

Untuk menyiasati Pembatasan tersebut, K.H. Ahmad Dahlan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta berdiri dengan menggunakan nama lain, seperti Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Makassar, Ahmadiyah di Garut, dan perkumpulan SATF (Shiddiq, Amanah, Tabligh, Fathonah) di Surakarta.

Daerah operasi organisasi Muhammadiyah mulai berkembang pada tahun 1917 setelah Budi Utomo  mengadakan kongres di Yogyakarta.

K.H. Ahmad Dahlan sebagai tuan rumah mampu mempesona peserta kongres melalui pidatonya, dalam kongres itu banyak permintaan untuk mendirikan cabang Muhammadiyah di Jawa, pengurus Muhammadiyah menyikapinya dengan menerima permintaan dari beberapa daerah untuk mendirikan cabang-cabangnya.

Untuk mencapai maksud ini, anggaran dasar dari organisasi Muhammadiyah yang membatasi diri hanya pada kegiatan-kegiatan di Yogyakarta saja, haruslah lebih dahulu diubah.

Ini dilakukan pada tahun 1920 ketika wilayah operasiMuhammadiyah sudah meliputi seluruh pulau Jawa dan pada tahun berikutnya (1921), Muhammadiyah mulai berkembang ke seluruh wilayah Indonesia.

Sejak saat itu, Muhammadiyah mulai menampakkan pengaruh yang cukup kuat di Indonesia. Sebagai sebuah organisasi kemasyarakatan, Muhammadiyah tidak hanya menangani masalah-masalah pendidikan saja, tetapi juga melayani berbagai usaha pelayanan masyarakat seperti kesehatan, pemberian hukum (fatwa),

panti asuhan, penyuluhan dan lain-lain. Ini terbukti dengan berdirinya banyak sekolah, rumah sakit, masjid, rumah yatim, rumah miskin, rumah jompo dan lain sebagainya yang diprakarsai oleh Muhammadiyah.

Selain itu, di dalam keorganisasian Muhammadiyah sendiri, banyak pula berdiri majelis, lembaga serta organisasi otonom yang menangani masalah-masalah keagamaan dan sosial kemasyarakatan30 .

Sumber : Diolah dari Berbagai Sumber