Sang Filolog Itu Telah Berpulang

Sang Filolog Itu Telah Berpulang
Sang Filolog Itu Telah Berpulang

Oleh: Dr. Akhyar Hanif, M.Ag (Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Batusangkar)

Bak disambar petir di siang hari, terhenyak, lemas terduduk di atas kursi, tak tahu akan berkata apa, saat mendapat berita kepergianmu di minggu pagi itu. Aku hadir di ujian tertutupmu, saya menyaksikan kau menangis, terdiam sejenak, saat ditanya oleh pak Azyumardi tentang keadaan istrimu.

Tangisan keharuan yang sarat makna. Dengan terisak-isak, sambil mengusap air mata di pipimu dengan sapu tangan, kau jawab pertanyaan itu; “alhamdulillah pak sudah sehat pak”. Saya mengerti dan merasakan makna tangisanmu Yus (panggilan akrabku terhadapnya).

Di ujung sidang itu kita masih sempat kontak dan ngobrol lewat Vidio call, sambil melambaikan tangan kau berkata; “tarima kasih uda (panggilan khasnya terhadapku) atas dukungannya”. Itulah saat terakhir kita ngobrol. Aku bangga dan sekaligus salut samamu dan perjuangan hidupmu.

Yus……. di saat saya diminta Rektor mengajukan nama2 wadek, setahun yang lalu 2020, untuk membantu saya dalam mengembangkan Fakultas Ushuuddin Adab dan Dakwah, saya sebut namamu. Karena menurutku, kau adalah sahabatku yang tepat yang bisa diajak sacara bersama-sama memajukan fakultas ini.

Saat di telepon kau menjawab; “ Uda, kok uda lai sayang jo ambo bia lah ambo salasaikan disertasi ambo iko dulu. Ambo akan tatap bantu uda mungkin dengan caro yang lain” (kalau Uda sayang sama saya, biarkanlah saya selesaikan dulu disertasi ini, saya akan tetap bantu uda dengan cara yang lain)…..selamat jalan sahabatku….!

Saya mengenalnya sudah sangat lama. Dia adalah adik kelasku dulu di almamater Gontor. Banyak hal yang sudah kami lalui bersama. Kedekatan itu semakin bertambah manakala ia diangkat menjadi dosen tetap di IAIN Batusangkar (dulu STAIN Batusangkar).

Kami kebetulan ditempatkan di homebase yang sama yakni di Prodi Pendidikan Bahasa Arab. Mulai saat itu, dia kemudian menjadi sahabatku yang enak diajak diskusi, asyik diajak ngobrol tentang berbagai hal, termasuk mengenai pengembangan prodi PBA.

Salah satu hal yang mungkin penting dicatat di sini adalah inisiasinya memasukkan mata kuliah FILOLOGI ke dalam kurikulum PBA. Saya lupa persis tahunnya, mungkin sekitar tahun 2009-2010-an. Hal ini dimaksudkan, tidak saja untuk memperkenalkan studi manuskrip ini kepada mahasiswa PBA akan tetapi juga menumbuhkan kesadaran dan kecintaan mereka terhadap manuskrip itu.

Karena, sebagaimana diketahui, Minangkabau adalah salah satu Wilayah di Nusantara yang kaya dan menjadi sumber primer dari manuskrip Islam yang memang belum banyak tergarap oleh “tangan” trampil. Rata-rata manuskrip Islam yang terdapat di Minangkabau itu ditulis, tidak saja dalam bahasa Arab Melayu (Pegon) tetapi juga dalam Bahasa dan aksara Arab. Itulah megapa Filologi ini penting diperkenalkan kepada mahasiswa PBA.

Selanjutnya, hingga saat ini, mata kuliah tersebut masih dipertahankan di PBA dengan nama Filologi Manuskrip Arab. Bahkan sekarang, seingat saya, sudah mulai melebar ke juruan di Fakultas lain. Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah mialnya juga mengajarkan mata kuliah Filologi Islam ini.

Saya dan Yusrilah dua orang pengampu mata kuliah tersebut di IAIN Batusangkar. Saya, tentu saja tidak se-expert beliau, yang menempuh jenjang S2 dan S3-nya dalam bidang itu, bahkan sempat melanglang buana untuk research mini ke Universitas Hamburg, Jerman, sementara saya hanya mendapatkan pelatihan selama 444 jam (+ 3 bulan) balai diklat Jakarta.

Akan tetapi dia selalu berbagi dengan saya terkait dengan perkembangan dan referensi-referensi baru mengenai hal ini di berbagai situasi dan kesempatan.

Yus…  sesungguhnya ada dua “PR” besar kita yang rencananya akan kita garap di masa-masa yang akan datang, terutuama setelah klarnya Doktor mu ini. Pertama, mengangkat Syaikh Hafizd Pasia Laweh ke permukaan, sebagaiman yang engkau lakukan terhadap syaikh Syekh Nuruddin Abdurrahman al-Bawani, yang oleh Oman Fathurraman disebut seorang ulama “misterius” abad 17.

Saya kira syaikh Hafizd ini juga tak kalah “misteriusnya” dari al-Bawani ini. Jujur Yus….. tanpamu, berat sekali beban ini rasanya dipundakku. Tetapi saya akan tetap bertekat juga untuk mencoba mewujudkannya. Kedua, mewujudkan Filologi’s Corner di Fuad yang bisa menjadi pusat informasi dan pusat studi bagi para “pecandu” manuskrip, bil khusus di Minangkabau dan Nusantara secara umum.

Selamat jalan adikku, sahabatku dan selamat jalan filolog IAIN Batusangkar, sorga menantimu…amin ya Allah.