Raja Midas, Azyumardi Azra, dan Prototipe Intelektual Paripurna

oleh -

Amal jariyah Azra banyak. Entah berapa banyak dosen di Indonesia yang menikmati rekomendasi sakti seorang Azra sehingga sukses mendapat beasiswa kuliah atau training ke luar negeri. Setelah saya menunaikan tugas sebagai Presiden Mahasiswa, suatu ketika saya diundang ke ruang rektor.

Azra bertanya apakah saya berminat menjadi pemantau internasional dalam pemilu di Filipina tahun 2001. Tentu saja saya mengiyakan cepat. Tak lama kemudian saya mendapat undangan ke Filipina dengan biaya penuh dari Centre for Democratic Institutions (CDI), sebuah lembaga di bawah naungan Australian National University (ANU).

Satu rahasia kecil yang belum pernah saya sampaikan ke Azra adalah: uang saku dari CDI berhasil saya sisihkan untuk acara perkawinan saya. Bersama Prof Nurcholish Madjid, Prof Din Syamsuddin, dan Prof Nasaruddin Umar, Azra berkenan sebagai pengundang acara pernikahan saya di hari Sabtu 21 Juli 2001.

Baca juga:  NU dan Perjuangan Kelas

Ia datang ke resepsi pernikahan saya setelah acara Wisuda Mahasiswa IAIN/UIN. Azra bercanda, “Mahasiswa tingkat akhir datang wisuda hari ini, Burhan malah wisuda perkawinan.” Pada saat saya menikah, saya memang belum menyelesaikan kuliah saya di IAIN Jakarta.

Ia berpesan agar pernikahan saya tidak membuat saya lupa kuliah. Pesan Azra tersebut akhirnya saya tunaikan, bukan sekadar lulus S1, tapi juga gelar doktor saya raih dari kampus terbaik nomor satu di Australia.

Bagi saya, Azra adalah prototipe intelektual paripurna. Jejak kepemimpinannya di UIN Jakarta menorehkan prestasi yang melegenda. Di tengah kesibukannya yang berjubel, Azra juga tidak abai terhadap tugasnya sebagai intelektual publik dengan meladeni undangan-undangan seminar dan wawancara media massa.

Baca juga:  Belajar dari Koperasi Mondragon di Kala Pandemi

Ia tak sungkan mengritik penguasa, termasuk rezim pemerintahan Jokowi yang dianggap berkontribusi atas menurunnya indeks demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia.

Sebagai intelektual par excellence, banyak karyanya yang berpengaruh besar. Di antaranya yang paling monumental adalah sumbangannya terhadap historigrafi Islam Indonesia yang menekankan pada pendekatan sejarah total (total history), yakni suatu metode totalitas dalam memahami suatu kejadian secara lintas-waktu, lintas-kawasan dan lintas-pendekatan.

Corak penulisan sejarah total ini Azra terapkan ketika meneliti ulama Nusantara yang tidak sekadar dibaca dalam konteks lokal, tapi juga dilihat dalam konteks jejaring global. Inilah sumbangsih besar Azra dalam studi sejarah Islam Indonesia pada khususnya, dan ilmu-ilmu sosial pada umumnya: sebuah kontribusi abadi yang akan terus mengalirkan pahala kepada dirinya

No More Posts Available.

No more pages to load.