PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN SAPI DAN PELAYANAN KESEHATAN TERNAK SAPI INDUKAN

Oleh: Riesi Sriagtula
(Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas)

Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup digemari oleh masyarakat Indonesia khususnya Sumatera Barat. Agar kecukupan protein hewani yang berasal dari ternak sapi tercukupi maka harus diupayakan populasi ternak sapi terus meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk.

Kesuksesan reproduksi (menghasilkan anak) menjadi tolak ukur pendapatan peternak sapi indukan. Oleh sebab itu sapi betina atau sapi induk produktif harus dipelihara dengan baik, sehingga dapat melahirkan anak sapi yang berkualitas baik.

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam beternak sapi diantaranya faktor genetik, faktor lingkungan, manajemen pemeliharaan dan faktor penyakit. Umumnya pemelihraan ternak sapi masih secara tradisional dan peternak belum menerapkan manjemen yang baik untuk memperoleh kelahiran anak sapi yang tinggi.

Berdasarkan permasalahan umum ini Tim PKM Universitas yang dipimpin oleh Ketua Tim Dr. Riesi Sriagtula, S.Pt., M.P dengan anggota Tim Dr. Yetmaneli dan Ida Indrayani, M.Si melakukan kegiatan PKM penyuluhan dan pememeriksaan kebuntingan dan kesehatan ternak sapi indukan. Kegiatan ini merupakan salah satu dari enam rangkaian kegiatan PKM pada Skim Program Kemitraan Masyarakat Membantu Usaha Berkembang, tahun 2021.

Di Kota Padang terdapat beberapa peternak yang bergerak di bidang usaha budidaya  ternak sapi dan membentuk kelompok-kelompok tani. Kelompok Tani Harapan Sejahtera merupakan salah satu kelompok masyarakat yang bergabung dalam usaha budidaya ternak sapi  dengan lokasi kandang di Kelurahan Aia Pacah.

Ternak sapi yang dipelihara kelompok ini lebih banyak sapi indukan atau pembibitan yang dipelihara secara intensif. Ketua Kelompok Tani Harapan Sejahtera Syamsurizal menyatakan  mereka belum memahami manajemen budidya ternak sapi indukan yang baik, banyaknya kasus sapi yang tidak bunting setelah IB (Inseminasi Buatan) dan gagal mendeteksian birahi sapi sehingga telat mengawinkan ternak menjadi masalah utama yang menyebabkan pertambahan populasi ternak di kelompok mereka menjadi rendah.

Sumedi, S.Pt selaku penyuluh dan Inseminator yang turut dalam kegiatan ini menyatakan, untuk menyiapkan ternak betina siap berproduksi harus memperhatikan kebutuhan nutrisi ternak. Ternak harus mendapat pakan berkualitas agar kebutuhan ternak untuk berproduksi terpenuhi. Hal ini dapat di nilai antara lain dari Body Condition Scorer (BCS) dengan nilai di atas tiga.

“Manajemen pemeliharaan dan manajemen kesehatan ternak yang baik akan menentukan performa ternak. Faktor penyakit sangat dipengaruhi tatalaksana pemeliharaan. Beberapa contoh penyakit yang umum menyerang ternak sapi  diantaranya diare dan bloat. Penyiapan pakan yang baik seperti melayukan hijauan sebelum diberikan pada ternak merupakan cara sederhana yang dapat menghindari ternak dari penyakit bloat. Ujar Sumedi”

Selain itu menurut Sumedi, S.Pt, peternak juga harus terampil menghitung periode birahi ternak dan menetukan saat terbaik untuk melakukan perkawinan baik secara alami maupun kawin suntik (IB) untuk meningkatkan keberhasilan kebuntingan ternak.

Pada kegiatan ini Sumedi, S.Pt juga menjelaskan tanda-tanda kebuntingan, hal ini bertujuan untuk  mencegah pengulangan IB yang beresiko terhadap perkembangan fetus dan efisiensi biaya, selain itu dapat menghindari penjualan atau pemotongan ternak yang sedang bunting. Pemeriksaan kebuntingan secara dini diperlukan untuk menetukan umur kebuntingan dan ramalan waktu kelahiran.

Pada saat kegiatan ini, pemeriksaan pada ternak bunting pasca IB dengan metoda palpasi rectal belum bisa dilakukan mengingat umur kebuntingan masih <90 hari. Pemeriksaan kebuntingan ternak dapat dilakukan menggunakan metoda kit test yang  perangkatnya dapat dibeli dipasaran. Kelebihan pemeriksaan menggunakan kit test, pengujian dapat dilakukan 21 setelah IB.

Selanjutnya diteruskan dengan palpasi rectal bila usia kebuntingan sudah memenuhi, selain mendiagnosa kebuntingan dan mengetahui posisi fetus. Sehingga dapat prediksikan kondisi kebuntingan sapi, sekaligus dapat mencegah kondisi gangguan reproduksi maupun gangguan kelahiran pada sapi saat melahirkan.